Perbandingan
UU ITE Indonesia dengan Negara Lain
Pada tanggal 25 Maret 2008 pemerintah melalui
Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) telah mengesahkan
undang–undang baru tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) atau
cyberlaw-nya Indonesia. Indonesia telah resmi mempunyai undang-undang untuk
mengatur orang-orang yang tidak bertanggung jawab dalam dunia maya. Di
berlakukannya undang-undang ini, membuat oknum-oknum nakal ketakutan karena
denda yang diberikan apabila melanggar tidak sedikit kira-kira 1 miliar rupiah
karena melanggar pasal 27 ayat 1 tentang muatan yang melanggar kesusilaan.
sebenarnya UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) tidak
hanya membahas situs porno atau masalah asusila. Total ada 13 Bab dan 54 Pasal
yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan
transaksi yang terjadi didalamnya.
sebagian orang menolak adanya undang-undang
ini, tapi tidak sedikit yang mendukung undang-undang ini.
Kali ini saya ingin berbagi tentang
perbandingan UU ITE negara kita dengan negara – negara lain.
Dibandingkan dengan negara-negara di atas,
indonesia termasuk negara yang tertinggal dalam hal pengaturan undang-undang
ite. UU yang mengatur ITE di Indonesia dikenal dengan nama Cyber Law. Cyberlaw adalah aturan hukum atau legalitas
yang mengatur semua kegiatan di internet termasuk ganjaran bagi yang
melanggarnya, meskipun di beberapa sisi ada yang belum terlalu lugas dan juga
ada yang sedikit terlewat. Secara
garis besar UU ITE mengatur hal-hal sebagai berikut :
• Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan
hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai).
Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital
lintas batas).
• Alat bukti elektronik diakui seperti alat
bukti lainnya yang diatur dalam KUHP.
• UU ITE berlaku untuk setiap orang yang
melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar
Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia.
• Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan
Intelektual.
• Perbuatan yang dilarang (cybercrime)
dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan
Permusuhan)
Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))
Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising?))
Cyberlaw
di Singapore
The Electronic Transactions Act (ETA) 1998
ETA sebagai pengatur otoritas sertifikasi.
Singapore mempunyai misi untuk menjadi poros / pusat kegiatan perdagangan
elektronik internasional, di mana transaksi perdagangan yang elektronik dari
daerah dan di seluruh bumi diproses.
The Electronic Transactions Act telah
ditetapkan tgl 10 Juli 1998
untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi
perdagangan elektronik di Singapore yang memungkinkan bagi Menteri Komunikasi
Informasi dan Kesenian untuk membuat peraturan mengenai perijinan dan peraturan
otoritas sertifikasi di Singapura.
Tujuan dibuatnya ETA :
• Memudahkan komunikasi elektronik atas
pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya;
• Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu
menghapuskan penghalang perdagangan elektronik yang tidak sah atas penulisan
dan persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan dari
undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan menjamin /
mengamankan perdagangan elektronik;
• Memudahkan penyimpanan secara elektronik
tentang dokumen pemerintah dan perusahaan menurut undang-undang, dan untuk
mempromosikan penyerahan yang efisien pada kantor pemerintah atas bantuan arsip
elektronik yang dapat dipercaya;
• Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang
sama (double), perubahan yang tidak disengaja dan disengaja tentang arsip, dan
penipuan dalam perdagangan elektronik, dll;
• Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan
dan mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik; dan
• Mempromosikan kepercayaan, integritas dan
keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan elektronik, dan untuk membantu
perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik melalui penggunaan
tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas surat
menyurat yang menggunakan media elektronik.
Pada dasarnya Muatan ETA mencakup, sbb:
• Kontrak Elektronik
Kontrak elektronik ini didasarkan pada hukum
dagang online yang dilakukan secara wajar dan cepat serta untuk memastikan
bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian hukum.
• Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan
Mengatur mengenai potensi / kesempatan yang
dimiliki oleh network service provider untuk melakukan hal-hal yang tidak
diinginkan, seperti mengambil, membawa, menghancurkan material atau informasi
pihak ketiga yang menggunakan jasa jaringan tersebut. Pemerintah Singapore
merasa perlu untuk mewaspadai hal tersebut.
• Tandatangan dan Arsip elektronik
Bagaimanapun hukum memerlukan arsip/bukti
arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu tandatangan
dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum, namun tidak semua
hal/bukti dapat berupa arsip elektronik sesuai yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah Singapore.
Langkah yang diambil oleh Singapore untuk
membuat ETA inilah yang mungkin menjadi pendukung majunya bisnis e-commerce di
Singapore dan terlihat jelas alasan mengapa di Indonesia bisnis e-commerce
tidak berkembang karena belum adanya suatu kekuatan hukum yang dapat meyakinkan
masyarakat bahwa bisnis e-commerce di Indonesia aman seperi di negara
Singapore.
Cyberlaw
di Malaysia
The Computer Crime Act 1997
Sebagai negara pembanding terdekat secara
sosiologis, Malaysia sejak tahun 1997 telah mengesahkan dan mengimplementasikan
beberapa perundang-undangan yang mengatur berbagai aspek dalam cyberlaw seperti
UU Kejahatan Komputer, UU Tandatangan Digital, UU Komunikasi dan Multimedia,
juga perlindungan hak cipta dalam internet melalui amandemen UU Hak Ciptanya.
Sementara, RUU Perlindungan Data Personal kini masih digodok di parlemen
Malaysia.
The Computer Crime Act itu sendiri mencakup
mengenai kejahatan yang dilakukan melalui komputer, karena cybercrime yang
dimaksud di negara Malaysia tidak hanya mencakup segala aspek
kejahatan/pelanggaran yang berhubungan dengan internet. Akses secara tak
terotorisasi pada material komputer, adalah termasuk cybercrime. Hal ini berarti,
jika saya memiliki komputer dan anda adalah orang yang tidak berhak untuk
mengakses komputer saya, karena saya memang tidak mengizinkan anda untuk
mengaksesnya, tetapi anda mengakses tanpa seizin saya, maka hal tersebut
termasuk cybercrime, walaupun pada kenyataannya komputer saya tidak terhubung
dengan internet.
Lebih lanjut, akses yang termasuk pelanggaran
tadi (cybercrime) mencakup segala usaha untuk membuat komputer
melakukan/menjalankan program (kumpulan instruksi yang membuat komputer untuk melakukan
satu atau sejumlah aksi sesuai dengan yang diharapkan pembuat
instruksi-instruksi tersebut) atau data dari komputer lainnya (milik pelaku
pelanggar) secara aman, tak terotorisasi, juga termasuk membuat komputer korban
untuk menjalankan fungsi-fungsi tertentu sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan oleh pelaku pelanggar tadi.
Hukuman atas pelanggaran The computer Crime
Act :
Denda sebesar lima puluh ribu ringgit
(RM50,000) dan atau hukuman kurungan/penjara dengan lama waktu tidak melebihi
lima tahun sesuai dengan hukum yang berlaku di negara tersebut (Malaysia).
The Computer Crime Act mencakup, sbb:
•
Mengakses
material komputer tanpa ijin
•
Menggunakan
komputer untuk fungsi yang lain
•
Memasuki
program rahasia orang lain melalui komputernya
•
Mengubah
/ menghapus program atau data orang lain
•
Menyalahgunakan
program / data orang lain demi kepentingan pribadi
Perbandingan
UU ITE dilingkup Negara ASEAN
Selanjutnya akan dibahas perbandingan antara
UU ITE kita dengan negara lain, khususnya pada kesempatan ini dengan
negara-negara tetangga kita yaitu negara-negara ASEAN.
Beberapa hal penting yang menjadi perhatian
dalam setiap cyberlaw di negara ASEAN, khususnya yang berhubungan dengan
e-commerce antara lain;
1. Perlindungan hukum terhadap konsumen.
• Indonesia
UU ITE menerangkan bahwa konsumen berhak untuk
mendapatkan informasi yang lengkap berkaitan dengan detail produk, produsen dan
syarat kontrak.
• Malaysia
Communications and Multimedia Act 1998
menyebutkan bahwa setiap penyedia jasa layanan harus menerima dan menanggapi
keluhan konsumen.
• Filipina
Electronic Commerce Act 2000 dan Consumer Act
1991 menyebutkan bahwa siapa saja yang menggunakan transaksi secara elektronik
tunduk terhadap hukum yang berlaku.
Sedangkan pada negara ASEAN lainnya, hal tersebut
belum diatur.
2. Perlindungan terhadap data pribadi serta
privasi.
• Singapura
Sebagai pelopor negara ASEAN yang
memberlakukan cyberlaw yang mengatur e-commerce code untuk melindungi data
pribadi dan komunikasi konsumen dalam perniagaan di internet.
• Indonesia
Sudah diatur dalam UU ITE.
• Malaysia & Thailand
Masih berupa rancangan,
Sedangkan pada negara ASEAN lainnya, hal
tersebut belum diatur.
3. Cybercrime
Sampai dengan saat ini ada delapan negara
ASEAN yang telah memiliki cyberlaw yang mengatur tentang cybercrime atau
kejahatan di internet yaitu Brunei, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura,
Thailand, Vietnam dan termasuk Indonesia melalui UU ITE yang disahkan Maret
2008 lalu.
4. Spam
Spam dapat diartikan sebagai pengiriman
informasi atau iklan suatu produk yang tidak pada tempatnya dan hal ini sangat
mengganggu.
• Singapura
Merupakan satu-satunya negara di ASEAN yang
memberlakukan hukum secara tegas terhadap spammers (Spam Control Act 2007)
• Malaysia & Thailand
Masih berupa rancangan.
• Indonesia
UU ITE belum menyinggung masalah spam.
Sementara di negara ASEAN lainnya masih belum
ada.
5. Peraturan Materi Online / Muatan dalam
suatu situs
Lima negara ASEAN yaitu Brunei, Malaysia,
Myanmar, Singapura serta Indonesia telah menetapkan cyberlaw yang mengatur
pemuatan materi online yang mengontrol publikasi online berdasarkan norma
sosial, politik, moral, dan keagamaan yang berlaku di negara masing-masing.
6. Hak Cipta Intelektual atau Digital
Copyright
Di ASEAN saat ini ada enam negara yaitu Brunei,
Kamboja, Indonesia, Filipina, Malaysia dan Singapura yang telah mengatur
regulasi tentang hak cipta intelektual.
Sementara negara lainnya masih berupa
rancangan.
7. Penggunaan Nama Domain
Saat ini ada lima negara yaitu Brunei,
Kamboja, Malayasia, Vietnam termasuk Indonesia yang telah memiliki hukum yang
mengatur penggunaan nama domain. Detail aturan dalam setiap negara berbeda-beda
dan hanya Kamboja yang secara khusus menetapkan aturan tentang penggunaan nama
domain dalam Regulation on Registration of Domain Names for Internet under the
Top Level ‘kh’ 1999.
8. Electronic Contracting
Saat ini hampir semua negara ASEAN telah
memiliki regulasi mengenai Electronic contracting dan tanda tangan elektronik
atau electronik signatures termasuk Indonesia melalui UU ITE.
Sementara Laos dan Kamboja masih berupa
rancangan.
ASEAN sendiri memberi deadline Desember 2009
sebagai batas waktu bagi setiap negara untuk memfasilitasi penggunaan kontrak
elektronik dan tanda tangan elektonik untuk mengembangkan perniagaan intenet
atau e-commerce di ASEAN.
9. Online Dispute resolution (ODR)
ODR adalah resolusi yang mengatur perselisihan
di internet.
• Filipina
Merupakan satu-satunya negara ASEAN yang telah
memiliki aturan tersebut dengan adanya Philippines Multi Door Courthouse.
• Singapura
Mulai mendirikan ODR facilities.
• Thailand
Masih dalam bentuk rancangan.
• Malaysia
Masih dalam tahap rancangan mendirikan
International Cybercourt of Justice.
• Indonesia
Dalam UU ITE belum ada aturan yang khusus
mengatur mengenai perselisihan di internet.
Sementara di negara ASEAN lainnya masih belum
ada. ODR sangat penting menyangkut implementasinya dalam perkembangan teknologi
informasi dan e-commerce.
>> Tugas Sistem Informasi :D